Parade Para Dewa dalam Cergam

Aksi heroik manusia zaman dulu masih menginspirasi para seniman negeri ini hingga kini. Kesaktian mereka menjadi pendorong dari jiwa kepahlawanan peradaban umat manusia sepanjang masa.

Iqbal Pradana
4 min readApr 29, 2022

Jika kalian penikmat cergam atau komik mana pun itu, tentulah kalian familiar pada suatu entitas Maha Kuasa bernama Dewa, dalam banyak literatur yang sering kita jumpai. Ada kalanya pengarang membawa elemen tersebut sebagai pondasi cerita, dengan beberapa alasan, salah satunya ialah superioritas legenda masa lalu dan gambaran yang mudah diikuti oleh banyak kalangan.

Maklum saja cerita legenda masa lalu tanpa buah penelitian terdalam seperti halnya yang terjadi sekarang memang penuh dengan aksi-aksi yang teramat seru untuk diikuti. Heroisme yang diemban para pelakon sudah tertanam ribuan tahun hingga memengaruhi perilaku manusia — bahkan sampai sekarang — untuk hidup berbudi luhur jauh dari kebatilan.

Terlebih lagi kita suka membaca kisah asal mula kemunculan manusia dari banyak versi mitologi di dunia. Hal ini menambah tingkat imajinasi kita berada di taraf yang sudah tidak lagi bisa dibendung lagi kuasanya. Tak heran, mitologi para Dewa masih menjadi sajian lezat yang pasti dilahap habis oleh banyak kalangan.

Ancient Origins

Setidaknya, ada saja satu sampai dua karakter dari mitologi yang dimasukan dalam komik aksi tersebut. Katakanlah seperti Marvel yang kita lihat pekiknya mereka dalam membumbui semestanya dengan kisah para Dewa yang tidak bisa dipungkiri kehebatannya. Katakanlah mereka rutin menyeret adaptasi mitologi populer dari Nordik, Mesopotamia Kuno sampai Mesir Kuno. Semuanya menarik. Asyiknya itu juga terjadi di Indonesia. Negara yang sejatinya telah kaya akan mitologi dan legenda ini punya banyak amunisi sebagai khazanah yang patut diperhitungkan.

Bermula dari iseng, saya membaca komik terbitan Elex Media dari label cergam Skylar Comics. Pada salah satu halaman tersebut saya mendapati hal baru dan juga seru tentunya. Dimana secara tegas mereka mendobrak batas yang sedari dulu awet di kebanyakan cergamis. Mereka meleburkan imajinasinya guna membangun world building yang ramai.

Secara gamblang melalui pengamatan saya, cergamis dahulu nyaman memutari seluk beluk legenda lokal. Cerita masyarakat daerah sekitar, legenda personal si jagoan — mau siapapun itu — atau epos lainnya seperti Mahabharata. Tidak stagnan tentunya. Kaku? Apalagi itu. Kemahiran mereka dalam berimprovisasi pada legenda yang sudah ada merupakan anugerah bangsa ini. Kepiawaian itu dilanjutkan oleh pihak Skylar.

Bagaimana tidak, alih-alih memakai satu legenda/mitologi dalam ceritanya. Mereka berani membawa nyaris semua mitologi populer terjun secara keroyokan. Dalam salah satu panel di komik Volt vol. 2 : G.A.R.U.D.A, katakanlah Anubis, Batara Indra, Thor sampai Medusa ikut campur dalam seri ini. Saya terpukau dengan narasi dalam balon ceritanya pula.

Belakangan hal ini tidak banyak diikuti oleh label indie lokal. Skylar memang memperluas cakrawalanya bukan hanya mitologi lokal tapi juga asing. Suatu gebrakan yang apik menurut saya. Alasan lain yang bisa kita jadikan pegangan untuk menikmati cergam ini adalah : Bagaimana sudut pandang kreator lokal menciptakan dunia yang inti sarinya berasal dari luar.

Rupanya formula ini berhasil “menyambar” rasa keingin tahuan saya pada semesta mereka. Ciri ini dibangun dengan cukup kompleks dan solid. Adapun saya mengamini bahwa pondasi Skylar Universe mampu memberikan varian lain dari kisah yang sudah-sudah. Otak kita sepertinya teringat lalu menoleh ke arah Bumilangit. Dunia yang mereka bangun nampaknya adalah kebalikan dari apa yang Skylar lempar ke kita.

Letusan Toba — Banjir Bandang

Bumilangit memiliki konsep independen, walau sejatinya dasar dari karakter mereka adalah adaptasi cerita legenda serupa dan bahkan sejarah yang benar adanya pernah terjadi di muka Bumi ini. Skylar mengambil dasar dunia dan nirwana yang mengawang-awang di benak kita. Tentu itu adalah tembok pembatas yang kita lihat kala membaca komik terbitan Bumilangit dengan segala problematikanya melingkupi duniawi dan polemik supranatural. Namun sepertinya niat mereka menyenggol kehidupan para Dewa akan terjadi juga ke depan.

Tapi tetap, kesamaan keduanya adalah meniadakan unsur dirgantara, angkasa atau kehidupan kosmis sejenis. Alien adalah pilihan yang kurang tepat — terkecuali lini Pusaka Bumilangit untuk beberapa judul komik — jika mereka masih memiliki sejuta ide dari budaya yang ada di muka bumi.

Sekali lagi ini bukan pembanding. Ini adalah apresiasi untuk kedua label. Tanpanya kita akan bosan dan juga tidak ada inovasi berarti jika pilihan tidak lebih dari satu, ‘kan?

--

--